MENGGUNJING
LAKSANA MAKAN BANGKAI SAUDARA
ALLAH TA’ALA BERFIRMAN:
{{ وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ }}
“dan janganlah kalian menggunjing satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan mayat saudaranya? tentu ia menjijikkan kamu”. (Al Hujurat: 12)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ »؟ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ »
“Tahukah kalian apa itu ghibah ? Para Shahabat menjawab: Allah dan Rasul Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: “(Ghibah ialah kamu menyebut diri saudaramu dengan sesuatu yang ia benci”; Ada yang bertanya: “bagaimana bila pada diri saudaraku itu benar seperti yang aku katakan” ?, Beliau menjawab: “Bila apa yang kamu katakan ada pada dirinya itulah “GHIBAH”, dan bila tidak ada, maka kamu telah menyiarkan berita bohong tentangnya.”
(HR. Muslim dari hadits Abu Hurairah)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
(( المسلمُ مَن سلم المسلمون من لسانه ويده ))
“Seorang muslim itu ialah seorang yang saudara-saudara muslimnya selamat dari lisan dan tangannya”.
(HR. Bukhari dari hadits Abdullah bin Amr)
Syakh Abdurrahman As Sa’di رحمه الله berkata:
{ وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا }:”Dan janganlah kalian menggunjing satu sama lain”,
Dan ghibah, sebagaimana yang disabdakan Nabi صلى الله عليه وسلم :
” ذكرك أخاك بما يكره ولو كان فيه “: “Kamu menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dia benci meski itu ada pada dirinya”.
Lalu (Allah) menyebutkan permisalan yang membuat (manusia) lari dari “GHIBAH”, Allah berfirman:
{ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ }:”Adakah seorang diantara kamu yang suka makan mayat saudaranya ? Maka tentu ia menjijikkan kamu !”
(Allah) serupakan “GHIBAH” dengan makan bangkai saudara, perkara yang sangat tidak disukai oleh jiwa, maka layaknya kamu tidak suka makan dagingnya apalagi setelah matinya, maka sudah semestinya kamu sangat membenci pula “MENGGUNJINGNYA” dan makan dagingnya semasa hidupnya.” (Tafsir As Sa’di).
Syaikh Ibnul ‘Utsaimin رحمه الله berkata:
“Dan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم dalam mendefinisikan “GHIBAH” : “Kamu menyebut diri saudaramu dengan suatu yang dibenci”, meliputi: Cacat tubuh, cacat, akhlaq, dan cacat agama, segala sesuatu yang dia benci bila kamu menyebutnya maka itu “GHIBAH”, misalnya aib tubuhnya, kamu mengatakan: “Dia pincang, pece, jangkung, pendek, atau yang seperti itu maka itulah “GHIBAH”, atau dari sisi akhlaq misalnya kamu mengatakan: “Dia kurang memelihara diri, dia suka memandang wanita atau anak-anak muda yang belum tumbuh jenggotnya atau kata-kata seperti itu, atau aib dalam agama misalnya kamu mengatakan: “Dia Ahli bid’ah, dia tidak shalat berjamaah, atau dia berbuat ini dan itu, kamu cela dia saat dia ghaib itulah “GHIBAH”, namun bila itu kamu katakan dihadapannya maka itu caci makian dan bukan ghibah.
Dan ketahuilah, “GHIBAH” itu semakin keji dan besar dosanya sesuai dengan akibatnya, menggunjing orang biasa beda dengan menggunjing seorang alim, atau tidak seperti menggunjing seorang pemimpin, mudir (kepala sekolah dan yang semisalnya), menteri, atau yang seperti itu, sebab menggunjing seorang pemimpin apakah pemimpin dalam lingkup kecil maupun besar lebih jahat bila dibandingkan dengan menggunjing orang biasa yang tidak memiliki kekuasaan, karena bila yang kamu gunjing itu orang biasa kamu hanya menyakiti dirinya, namun bila yang kamu gunjing itu seorang pemimpin maka kamu menyakiti dia dan seluruh yang ada dibawah kepemimpinannya dari urusan kaum muslimin, misalkan kamu menggunjing seorang ‘alim, maka pasti kamu menyakiti pribadinya seperti layaknya muslimin yang lain, namun lebih dari itu kamu telah menyakiti ilmu syariat yang dibawanya, ‘alim yang membawa syariat bila kamu gunjing maka akan jatuh di mata manusia, dan bila ia telah jatuh di mata manusia maka mereka tidak mungkin meerima ucapannya, tidak akan datang kepadanya dan kembali dalam urusan agama mereka kepadanya, dan segala kebenaran yang dimiliki ‘alim itu menjadi diragukan lantaran kamu “MENGGUNJINGNYA”, betapa besarnya “KEJAHATAN” kamu terhadap syariat.
Demikian pula bila kamu menggunjing seorang amir, raja, atau pemimpin, kamu tidak hanya menggunjing pribadinya, bahkan kamu menggunjing pribadinya dan sekaligus merusak kepemimpinannya, sebab bila kamu menggunjing seorang amir, atau menteri, atau raja, artinya kamu memasukkan kebencian ke dalam hati masyarakat terhadap pimpinannya, dan bila hati masyarakat telah benci kepada pemimpin mereka maka dalam hal ini kamu pun telah berbuat jahat kepada seluruh masyarakat dengan kejahatan yang amat besar, karena akan menyebabkan kekacauan dan keributan di tengah masyarakat, kamu cerai-beraikan mereka,
hari ini (mereka) menghujani kata-kata dan esok menghujani panah, sebab hati bila telah benci terhadap penguasa tidak mungkin lagi dapat mentaati aturan-aturannya, bila diperintah dengan kebaikan maka hati pun memandangnya jelek, karenanya ada seorang penyair melantunkan syair jujurnya:
dan mata kerelaan itu dari segala aib layaknya malam gulita…
sementara mata kebencian akan melahirkan segala cacat dan cela…
Yang terpenting ialah kita wajib menjauhi “GHIBAH”, dan menyadari bahwa setiap kata yang mengandung “GHIBAH” terhadap seseorang akan mengurangi kebaikan kita (kalau punya !!!) dan menambah kebikan orang yang terdzalimi dengan ghibah tersebut, seperti datang dalam sebuah hadits:
“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut diantara kalian? mereka menjawab: ‘orang yang tidak punya uang dirham dan barang dagangan, beliau bersabda: Bukan, orang yang bangkrut ialah: “Orang yang datang pada hari kiamat dengan segala kebaikan laksana gunung-gunung, namun ia pun datang dalam keadaan telah mendzalimi ini, mencaci ini, dan mengambil harta ini, maka yang ini mengambil kebaikannya, yang ini juga, dan yang ini juga, dan bila kebaikannnya telah habis maka diambilkan dari kejelekan mereka (orang-orang yang terdzalimi) dan di lemparkan kepadanya lalu dia pun dilemparkan ke dalam neraka.”
(HR. Muslim dari hadits Abu hurairah) [ Syarh riyadhuls shalihin)
Sudaraku fillah...
Apa gerangan yang ada di hati kita, saat mendengar berita manusia pemakan mayat alias SUUMANTOO...???
Ngeri..jijik..sadis..dan apalagi ??
Ternyata tanpa kita sadari barangkali kita lebih mengerikan, lebih menjijikkan, dan lebih sadis dari Sumanto, bagamana tidak..!!!
Sumanto sembuyi-sembunyi saat melakukan aksinya namun kita justru fulgar, terang-terangan sambil nyruput kopi rame-rame...
Sumanto mungkin terpaksa melakukan itu sebab tuntutan ekonomi atau alasan lainnya, namun kita melakukan itu karena gemar, hoby, dan untuk menghangatkan majlis kopi dan syahi ...-kita berlindung kepada Alah Ta'ala- dari itu semua.
Saudaraku fillah...
Betapa ghibah itu merupakan dosa besar yang amat keji dan menjijikkan, sampai-sampai Rasulullah صلى الله عليه وسلم saat mendengar kata-kata istri tersayangnya Aisyah رضي الله عنها :
[[ حسبك من صفية كذا وكذا قال بعض الرواة: تعني قصيرة ]]
“Cukup untukmu Shafiyyah itu begini dan begini, sebagian rawi menyebutkan maksudnya: “PENDEK”.
Beliau bersabda:
[[ لقد قلت كلمة لو مزجت بماء البحر لمزجته ]]
“Sungguh kamu telah mengucapkan satu kata yang seandainya dicampur dengan air laut niscaya benar-benar air laut itu tercampuri.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, shahih, dishahihkan syaikh Albani)
Saudaraku fillah…
Lihatlah teguran keras Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada wanita yang paling disayanginya saat mengucapkan satu kata yang nyata tidak mengada-ada artinya Shafiyyah benar-benar “PENDEK”, itulah ghibah dan jangan salah kaprah memahami ghibah, sebagian orang menyangka ghibah itu bila tidak sesuai kenyataan; tidak, ghibah adalah setiap kata yang terucap perihal saudara kita yang bila ia mendengar maka ucapan itu dibencinya.
Na’am, menggunjing saudara dengan sesuatu yang tidak sesuai kenyataan itu pun “GHIBAH” plus “KEBOHONGAN”, seperti sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
[[ وددت أني لقيت إخواني فقال أصحابه : أو ليس نحن إخوانك ؟ قال : أنتم أصحابي ولكن إخواني الذين آمنوا بي ولم يروني ]]
“Aku sangat ingin berjumpa saudara-saudaraku, para sahabatnya bertanya: “Bukankah kami saudara-saudaramu ? Beliau bersabda: Kalian adalah sahabatku, namun saudaraku ialah orang-orang yang beriman kepadaku dan tidak melihatku.”
(HR. Muslim, Malik, Ahmad dll dari hadits Abu Hurairah).
Perkataan Nabi صلى الله عليه وسلم “Kalian adalah sahabatku” bukan berarti para sahabat bukan saudara Nabi, bahkan mereka adalah sahabat dan saudaranya. Seperti yang di jelaskan oleh Syaikh ‘Utsaimin dalam beberapa tempat dalam kitabnya).
Akhirnya, mari kita berupaya sekuat kemampuan menjalankan ilmu yang telah dianugerahkan kepada kita sambil selalu memohon kepada Allah Ta’ala agar senantiasa memberikan taufiq dan hidayah Nya kepada kita, supaya kita mampu menjalankan segenap bimbingan Nya dan bimbingan Rasul Nya serta menerima taubat dan permohonan ampun atas segala khilaf dan dosa kita. Aamiieen.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengenai Saya
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar