AWAS Ada Rombongan pemakan daging manusia!!!

Jumat, 24 Juni 2011

0 komentar
MENGGUNJING
LAKSANA MAKAN BANGKAI SAUDARA
ALLAH TA’ALA BERFIRMAN:
{{ وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ }}
“dan janganlah kalian menggunjing satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan mayat saudaranya? tentu ia menjijikkan kamu”. (Al Hujurat: 12)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ »؟ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ »
“Tahukah kalian apa itu ghibah ? Para Shahabat menjawab: Allah dan Rasul Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: “(Ghibah ialah kamu menyebut diri saudaramu dengan sesuatu yang ia benci”; Ada yang bertanya: “bagaimana bila pada diri saudaraku itu benar seperti yang aku katakan” ?, Beliau menjawab: “Bila apa yang kamu katakan ada pada dirinya itulah “GHIBAH”, dan bila tidak ada, maka kamu telah menyiarkan berita bohong tentangnya.”
(HR. Muslim dari hadits Abu Hurairah)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
(( المسلمُ مَن سلم المسلمون من لسانه ويده ))
“Seorang muslim itu ialah seorang yang saudara-saudara muslimnya selamat dari lisan dan tangannya”.
(HR. Bukhari dari hadits Abdullah bin Amr)
Syakh Abdurrahman As Sa’di رحمه الله berkata:
{ وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا }:”Dan janganlah kalian menggunjing satu sama lain”,

Dan ghibah, sebagaimana yang disabdakan Nabi صلى الله عليه وسلم :
” ذكرك أخاك بما يكره ولو كان فيه “: “Kamu menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dia benci meski itu ada pada dirinya”.

Lalu (Allah) menyebutkan permisalan yang membuat (manusia) lari dari “GHIBAH”, Allah berfirman:
{ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ }:”Adakah seorang diantara kamu yang suka makan mayat saudaranya ? Maka tentu ia menjijikkan kamu !”

(Allah) serupakan “GHIBAH” dengan makan bangkai saudara, perkara yang sangat tidak disukai oleh jiwa, maka layaknya kamu tidak suka makan dagingnya apalagi setelah matinya, maka sudah semestinya kamu sangat membenci pula “MENGGUNJINGNYA” dan makan dagingnya semasa hidupnya.” (Tafsir As Sa’di).
Syaikh Ibnul ‘Utsaimin رحمه الله berkata:

“Dan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم dalam mendefinisikan “GHIBAH” : “Kamu menyebut diri saudaramu dengan suatu yang dibenci”, meliputi: Cacat tubuh, cacat, akhlaq, dan cacat agama, segala sesuatu yang dia benci bila kamu menyebutnya maka itu “GHIBAH”, misalnya aib tubuhnya, kamu mengatakan: “Dia pincang, pece, jangkung, pendek, atau yang seperti itu maka itulah “GHIBAH”, atau dari sisi akhlaq misalnya kamu mengatakan: “Dia kurang memelihara diri, dia suka memandang wanita atau anak-anak muda yang belum tumbuh jenggotnya atau kata-kata seperti itu, atau aib dalam agama misalnya kamu mengatakan: “Dia Ahli bid’ah, dia tidak shalat berjamaah, atau dia berbuat ini dan itu, kamu cela dia saat dia ghaib itulah “GHIBAH”, namun bila itu kamu katakan dihadapannya maka itu caci makian dan bukan ghibah.

Dan ketahuilah, “GHIBAH” itu semakin keji dan besar dosanya sesuai dengan akibatnya, menggunjing orang biasa beda dengan menggunjing seorang alim, atau tidak seperti menggunjing seorang pemimpin, mudir (kepala sekolah dan yang semisalnya), menteri, atau yang seperti itu, sebab menggunjing seorang pemimpin apakah pemimpin dalam lingkup kecil maupun besar lebih jahat bila dibandingkan dengan menggunjing orang biasa yang tidak memiliki kekuasaan, karena bila yang kamu gunjing itu orang biasa kamu hanya menyakiti dirinya, namun bila yang kamu gunjing itu seorang pemimpin maka kamu menyakiti dia dan seluruh yang ada dibawah kepemimpinannya dari urusan kaum muslimin, misalkan kamu menggunjing seorang ‘alim, maka pasti kamu menyakiti pribadinya seperti layaknya muslimin yang lain, namun lebih dari itu kamu telah menyakiti ilmu syariat yang dibawanya, ‘alim yang membawa syariat bila kamu gunjing maka akan jatuh di mata manusia, dan bila ia telah jatuh di mata manusia maka mereka tidak mungkin meerima ucapannya, tidak akan datang kepadanya dan kembali dalam urusan agama mereka kepadanya, dan segala kebenaran yang dimiliki ‘alim itu menjadi diragukan lantaran kamu “MENGGUNJINGNYA”, betapa besarnya “KEJAHATAN” kamu terhadap syariat.

Demikian pula bila kamu menggunjing seorang amir, raja, atau pemimpin, kamu tidak hanya menggunjing pribadinya, bahkan kamu menggunjing pribadinya dan sekaligus merusak kepemimpinannya, sebab bila kamu menggunjing seorang amir, atau menteri, atau raja, artinya kamu memasukkan kebencian ke dalam hati masyarakat terhadap pimpinannya, dan bila hati masyarakat telah benci kepada pemimpin mereka maka dalam hal ini kamu pun telah berbuat jahat kepada seluruh masyarakat dengan kejahatan yang amat besar, karena akan menyebabkan kekacauan dan keributan di tengah masyarakat, kamu cerai-beraikan mereka,

hari ini (mereka) menghujani kata-kata dan esok menghujani panah, sebab hati bila telah benci terhadap penguasa tidak mungkin lagi dapat mentaati aturan-aturannya, bila diperintah dengan kebaikan maka hati pun memandangnya jelek, karenanya ada seorang penyair melantunkan syair jujurnya:

dan mata kerelaan itu dari segala aib layaknya malam gulita…

sementara mata kebencian akan melahirkan segala cacat dan cela…

Yang terpenting ialah kita wajib menjauhi “GHIBAH”, dan menyadari bahwa setiap kata yang mengandung “GHIBAH” terhadap seseorang akan mengurangi kebaikan kita (kalau punya !!!) dan menambah kebikan orang yang terdzalimi dengan ghibah tersebut, seperti datang dalam sebuah hadits:

“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut diantara kalian? mereka menjawab: ‘orang yang tidak punya uang dirham dan barang dagangan, beliau bersabda: Bukan, orang yang bangkrut ialah: “Orang yang datang pada hari kiamat dengan segala kebaikan laksana gunung-gunung, namun ia pun datang dalam keadaan telah mendzalimi ini, mencaci ini, dan mengambil harta ini, maka yang ini mengambil kebaikannya, yang ini juga, dan yang ini juga, dan bila kebaikannnya telah habis maka diambilkan dari kejelekan mereka (orang-orang yang terdzalimi) dan di lemparkan kepadanya lalu dia pun dilemparkan ke dalam neraka.”

(HR. Muslim dari hadits Abu hurairah) [ Syarh riyadhuls shalihin)

Sudaraku fillah...

Apa gerangan yang ada di hati kita, saat mendengar berita manusia pemakan mayat alias SUUMANTOO...???

Ngeri..jijik..sadis..dan apalagi ??

Ternyata tanpa kita sadari barangkali kita lebih mengerikan, lebih menjijikkan, dan lebih sadis dari Sumanto, bagamana tidak..!!!

Sumanto sembuyi-sembunyi saat melakukan aksinya namun kita justru fulgar, terang-terangan sambil nyruput kopi rame-rame...

Sumanto mungkin terpaksa melakukan itu sebab tuntutan ekonomi atau alasan lainnya, namun kita melakukan itu karena gemar, hoby, dan untuk menghangatkan majlis kopi dan syahi ...-kita berlindung kepada Alah Ta'ala- dari itu semua.

Saudaraku fillah...

Betapa ghibah itu merupakan dosa besar yang amat keji dan menjijikkan, sampai-sampai Rasulullah صلى الله عليه وسلم saat mendengar kata-kata istri tersayangnya Aisyah رضي الله عنها :
[[ حسبك من صفية كذا وكذا قال بعض الرواة: تعني قصيرة ]]

“Cukup untukmu Shafiyyah itu begini dan begini, sebagian rawi menyebutkan maksudnya: “PENDEK”.

Beliau bersabda:
[[ لقد قلت كلمة لو مزجت بماء البحر لمزجته ]]

“Sungguh kamu telah mengucapkan satu kata yang seandainya dicampur dengan air laut niscaya benar-benar air laut itu tercampuri.”

(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, shahih, dishahihkan syaikh Albani)

Saudaraku fillah…

Lihatlah teguran keras Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada wanita yang paling disayanginya saat mengucapkan satu kata yang nyata tidak mengada-ada artinya Shafiyyah benar-benar “PENDEK”, itulah ghibah dan jangan salah kaprah memahami ghibah, sebagian orang menyangka ghibah itu bila tidak sesuai kenyataan; tidak, ghibah adalah setiap kata yang terucap perihal saudara kita yang bila ia mendengar maka ucapan itu dibencinya.

Na’am, menggunjing saudara dengan sesuatu yang tidak sesuai kenyataan itu pun “GHIBAH” plus “KEBOHONGAN”, seperti sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
[[ وددت أني لقيت إخواني فقال أصحابه : أو ليس نحن إخوانك ؟ قال : أنتم أصحابي ولكن إخواني الذين آمنوا بي ولم يروني ]]

“Aku sangat ingin berjumpa saudara-saudaraku, para sahabatnya bertanya: “Bukankah kami saudara-saudaramu ? Beliau bersabda: Kalian adalah sahabatku, namun saudaraku ialah orang-orang yang beriman kepadaku dan tidak melihatku.”

(HR. Muslim, Malik, Ahmad dll dari hadits Abu Hurairah).

Perkataan Nabi صلى الله عليه وسلم “Kalian adalah sahabatku” bukan berarti para sahabat bukan saudara Nabi, bahkan mereka adalah sahabat dan saudaranya. Seperti yang di jelaskan oleh Syaikh ‘Utsaimin dalam beberapa tempat dalam kitabnya).

Akhirnya, mari kita berupaya sekuat kemampuan menjalankan ilmu yang telah dianugerahkan kepada kita sambil selalu memohon kepada Allah Ta’ala agar senantiasa memberikan taufiq dan hidayah Nya kepada kita, supaya kita mampu menjalankan segenap bimbingan Nya dan bimbingan Rasul Nya serta menerima taubat dan permohonan ampun atas segala khilaf dan dosa kita. Aamiieen.

1 Niat buat 2 atau 3 ibadah ???

Sabtu, 18 Juni 2011

0 komentar
APABILA BERKUMPUL DUA IBADAH YANG SATU JENIS, MAKA DENGAN MENGERJAKAN SALAH SATUNYA SUDAH MENCUKUPI UNTUK KEDUANYA, JIKA MAKSUDNYA SAMA.

Makna Kaedah:
Maksud dr kaidah ini adalah apabila ada beberapa jenis ibadah yang sama bentuk dan mempunyai satu tujuan yang sama, maka dengan mengerjakan salah satu perbuatan saja bisa mewakili amal perbuatan lainya jika diniatkan untuk semuanya.

Al Hafidz Ibnu Rajab al Hanbali rahimahullah mengungkapkan kaedah ini dalam QAWA’ID:
“Apabila ada dua ibadah yang satu jenis dan dikerjakan dalam satu waktu sedangkan salah satunya bukan dikerjakan untuk mengqadla, juga bukan mengikuti ibadah lainnya yang satu waktu, maka dengan mengerjakan satu saja bias mewakili yang lainnya”

Syarat Kaedah ini:
1. Keduanya 1 jenis, misalkan sama-sama puasa, sama-sama shalat.
2. Salah satunya bukan mengikuti yang lainnya, cntoh: shalat qabliyah subuh, tdk bias digabungkan dengan shalat subuh, karma shalat qabliyah subuh mengikuti shalat subuh.
3. kedua ibadah dikerjakan dalam 1 waktu.
4. Salah satunya bukan untuk mengqadha ibadah wajib yang pernah ditinggalkannya., missal: tdk boleh menggabungkan niat puasa syawal dengan puasa qadla ramadhan yg dia tinggalkan.

CONTOH Kaedah:
- Jika seorang berwudhu lalu dia masuk kedalam masjid –setelah adzan dhuhur- maka dia disyariatkan mengerjakan 3 shalat sunnah, shalat wudhu, shalat tahiyatul masjid, shalat qabliyah dhuhur, padahal tujuan, waktu dan jenis melakukannya sama, satu. Maka dalm kondisi demikian boleh untuk melakukan satu shalat dengan 3 niat, dan Insya Alah dia akan mendapatkan pahala 3 shalat.
- Apabila seseorang mendaptkan wudhunya batal, misalkan dia kentut, kemudian kencing lalu berak, maka cukup berwudhlu satu kali saja sudah mencukupi untuk semuanya.
- Apabila ada orang mimpi basah pd hari jumat, lalu dia berjima’ dengan istrinya lalu akan pergi ke masjid untuk shalat jumat, maka cukup baginya mandi 1 kali saja dengan 3 niat.
- Jika seseorg mendapati hadats besar dan hadats kecil, maka jika ia melakukan mandi 1x saja, maka ia telah mencukupi untuk menghilangkan hadats besar maupun hadats kecil.

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah memperinci: “kaedah dalam masalah ini bahwa apabila berkumpul beberapa hadats yang satu jenis, maka mungkin dia akan meniatkan untuk menghilangkan semua hadats, atau mungkin dia meniatkan menghilangkan sebagian hadats dan meniatkn tidak menghilangkan hadats lain dan kemungkinan ketiga dia meniatkan menghilangkan sebagian hadats dan tidak mengingat sebagian hadats lainnya. Jika ia meniatkan untuk menghilangkan semua hadatsnya, maka semua hadatsnya hilang –dlm 1 wudhu-, semacam jika org tsb makan daging unta, berak tidur kencing. Maka kalau dia berwudhu sekali dengan meniatkan semuanya, maka semua hadatsnya hilang.”
Contoh Lagi:
- jika seseorang lupa beberapakali dalam 1 shalat, maka cukup 1x sujud sahwi.
- Jika seseorang mendengarkan dua ayat sajdah secara bersamaan, maka dia cukup 1x sujud tilawahnya.
Wallahu Ta’ala A’lam.

[diketik ulang dr, al qawaidul fiqhiyyah, Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Pustaka Al furqan // kaedah praktis memahami Fiqih Islam ]

AKU AKAN KEMBALI KEPANGKUANMU WAHAI IBUNDA

Rabu, 08 Juni 2011

0 komentar

Syaikh Abdurrozzaq hafizohullah sepekan yang lalu bercerita tentang seorang yang sudah tua yang ditemuinya di pantai jompo, orang tua tersebut mengeluh tentang anaknya yang sudah bertahun-tahun tidak menjenguknya....

Tentunya ini adalah bentuk durhaka kepada orang tua.

berikut ini adalah untaian kata yang semoga menggugahkan hati kita untuk sering-sering menjenguk atau minilah jika kita jauh dari mereka agara sering menelpon mereka.

AKU AKAN KEMBALI KEPANGKUANMU WAHAI IBUNDA


لَسِوْفَ أَعُوْدُ يَا أُمِّي ... أُقَبِّلُ رَأْسَكِ الزَّاكِي

Aku akan kembali wahai ibunda … untuk mencium keningmu yang suci

أَبُثُّكِ كُلَّ أَشْوَاقِي... وَأَرْشُفُ عِطْرَ يُمْنَاكِ

Aku akan menumpahkan seluruh kerinduanku dan aku akan menghirup wanginya tangan kananmu

أُمَرِّغُ فِي ثَرَى قَدَمَيْكِ... خَدِّي حِيْنَ أَلْقَاكِ

Aku akan menghamparkan pipiku di pasir yang ada di kedua kakimu jika bertemu denganmu ibunda

أُرَوِّي التُّرْبَةْ مِنْ دَمْعِي... سُرُوْرًا فِي مُحَيَّاكِ

Aku akan membasahi tanah dengan air mataku… karena gembira bertemu denganmu ibunda

فَكَمْ أَسْهَرْتِ مِنْ لَيْلٍ... لِأَرْقُدَ مِلْءَ أَجْفَانِي

Betapa sering engkau terhalang dari tidur malam agar aku tidur dengan pulas menutup pelupuk mataku

وَكَمْ أَظْمَئْتِ مِنْ جَوْفٍ... لِتُرْوِيْنِي بِتَحْنَانِي

Betapa sering lehermu kering kehausan untuk bisa menghilangkan dahagaku dengan kelembutan dan kasih sayangmu

وَيَوْمَ مَرِضْتُ لاَ أَنْسَى ... دُمُوْعًا مِنْكِ كَالْمَطَرِ

Dan pada hari tatkala aku sakit.. tidak akan aku lupakan air matamu yang mengalir seperti derasnya hujan

وَعَيْنًا مِنْكَ سَاهِرَةً ... تَخَافُ عَلَيَّ مِنْ خَطْرٍ

Dan tidak akan aku lupakan matamu yang bergadang menahan ngantuk karena mengkhawatirkan aku

وَيَوْمَ وَدَاعِنَا فَجْرًا ... وَمَا أَقْسَاهُ مِنْ فَجْرِي

Hari itu dimana kita berpisah di pagi hari… sungguh itu adalah pagi yang sangat menyedihkan bagiku

يَحَارُ الْقَوْلُ فِي وَصْفِ ... الَّذِي لاَقَيْتِي مِنْ هَجْرِي

Kata-kata tidak mampu mengungkapkan kesedihanmu akibat kepergianku

وَقُلْتِ مَقَالَةً لاَ زِلْتُ ... مُدَّكِرًا بِهَا دَهْرِي

Dan engkau mengutarakan suatu perkataan kepadaku yang selalu ingat sepanjang kehidupanku :

مُحَالٌ أَنْ تَرَى صَدْرًا ... أَحَنَّ عَلَيْكَ مِنْ صَدْرِي

Tidak mungkin engkau akan mendapatkan dada yang lebih lembut dan sayang kepadamu daripada dadaku

بِبِرِّكِ يَا مُنَى عُمْرِي ... إِلَهُ الْكَوْنِ أَوْصَانِي

Allah pemilik alam semesta ini telah berwasiat kepadaku untuk berbakti kepadamu hingga akhir hayatku

رِضَاؤُكِ سِرُّ تَوْفِيْقِي ... وَحُبُّكِ وَمْضُ إِيْمَانِي

Keridhoanmu merupakan kuci kesuksesanku… dan mencintaimu adalah cahaya keimananku

وَصِدْقُ دُعَائِكِ انْفَرَجَتْ ... بِهِ كُرَبِي وَ أَحْزَانِي

Dengan ketulusan doamu maka sirnalah kesulitan dan kesedihanku

وِدَادُكِ لاَ يُشَاطِرُنِي ... بِهِ أَحَدٌ مِنَ الْبَشَرِ

Kecintaanku tulus kepadamu tidak akan terbagi kepada seorangpun

فَأَنْتِ النَّبْضُ فِي قَلْبِي ... وَأَنْتِ النُّوْرُ فِي بَصْرِي

Ibunda engkau menyertai gerakan hatiku… dan engkau adalah cahaya pandanganku

وَأَنْتِ اللَّحْنُ فِي شَفَتِي ... بِوَجْهِكِ يَنْجَلِي كَدَرِي

Ibunda engkau adalah senandung yang menyertai lisanku… dengan memandangku maka hilanglah kegelisahanku

إِلَيْكِ أَعُوْدُ يَا أُمِّي ... غَدًا أَرْتَاحُ مِنْ سَفَرِي

Aku akan kembali kepadamu wahai ibunda esok… dan aku akan beristirahat dari perjalanan jauhku

وَيَبْدَأُ عَهْدِيَ الثَّانِي ... وَيَزْهُو الْغُصْنُ بِالزَّهْرِي

Maka aku akan memulai lembaran baru bersamamu ibunda… dan ranting-rantingpun akan tterhias dengan bunga

(ust Abdul Muhsin Firanda)

LHA??? Koq ga berjamaah akh?

Kamis, 02 Juni 2011

0 komentar
Sebagian besar masjid-masjid kaum muslimin saat ini kita lihat kosong dari jama’ah. Pemandangan ini hampir merata kita temui di setiap tempat, baik di desa maupun di kota. Inilah buah dari kekurangfahaman mereka dalam ilmu syariat, khususnya yang berkaitan dengan hukum sholat berjama’ah. Sehingga bila kita tanyakan kepada seseorang, “Mengapa tidak sholat di masjid, kok malah sholat di rumah?”, boleh jadi ia menjawab, “Ah, itu kan cuma sunnah saja…” Subhanalloh!!, semoga Alloh memahamkan kepada kaum muslimin tentang syariat yang mulia ini.


Apa Hukum Sholat Berjama’ah?

Ketahuilah, bahwa pendapat yang benar dalam masalah ini ialah sholat berjamaah itu wajib (bagi laki-laki, adapun bagi kaum wanita, sholat di rumah lebih baik daripada sholat di masjid walaupun secara berjama’ah). Inilah pendapat yang disokong oleh dalil dalil yang kuat dan merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in, serta para imam madzhab (Kitabus Sholat karya Ibnul Qoyyim).

Perintah Alloh Ta’ala Untuk Sholat Berjamaah dan Ancaman Nabi Yang Sangat Keras Bagi Yang Meninggalkannya

“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ (dalam keadaan berjamaah).” (Al Baqoroh: 43). Perhatikanlah wahai saudaraku, konteks kalimat dalam ayat ini adalah perintah, dan hukum asal perintah adalah wajib. Rosululloh telah bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku yang ada di tangan-Nya, ingin kiranya aku memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan mereka untuk menegakkan sholat yang telah dikumandangkan adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam, lalu aku menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama’ah, kemudian aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR. Bukhori)

Hadits di atas menunjukkan wajibnya (fardhu ain) sholat berjama’ah, karena jika sekedar sunnah niscaya beliau tidak sampai mengancam orang yang meninggalkannya dengan membakar rumah. Rosululloh tidak mungkin menjatuhkan hukuman semacam ini pada orang yang meninggalkan fardhu kifayah, karena sudah ada orang yang melaksanakannya. (Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqolani)

Diriwayatkan dari Abu Huroiroh, seorang lelaki buta datang kepada Rosululloh dan berkata, “Wahai Rosululloh, saya tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rosululloh untuk tidak sholat berjama’ah dan agar diperbolehkan sholat di rumahnya. Kemudian Rosululloh memberikan keringanan kepadanya. Namun ketika lelaki itu telah beranjak, Rosululloh memanggilnya lagi dan bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan?”, Ia menjawab, “Ya”, Rosululloh bersabda, “Penuhilah seruan (adzan) itu.” (HR. Muslim). Perhatikanlah, jika untuk orang buta saja yang tidak memiliki penunjuk jalan itu tidak ada rukhsoh (keringanan) baginya, maka untuk orang yang normal lebih tidak ada rukhsoh lagi baginya.” (Al Mughni karya Ibnu Qudamah).

Hanya Munafik Saja Yang Sengaja Meninggalkan Sholat Jama’ah

Sahabat besar Ibnu Mas’ud rodhiyallohu’anhu berkata tentang orang-orang yang tidak hadir dalam sholat jama’ah: “Telah kami saksikan (pada zaman kami), bahwa tidak ada orang yang meninggalkan sholat berjama’ah kecuali orang munafik yang telah diketahui kemunafikannya atau orang yang sakit”. Lalu bagaimana seandainya Ibnu Mas’ud hidup di zaman kita sekarang ini, apa yang akan beliau katakan???

(Disarikan oleh Abu Hudzaifah Yusuf dari terjemah kitab Sholatul Jama’ah Hukmuha wa Ahkamuha karya Dr. Sholih bin Ghonim As-Sadlan)

Mengenai Saya

Foto saya
ana adalah hamba Allah yang masih fakir akan Ilmu,..
Diberdayakan oleh Blogger.